coklat

kali ini cerpen nya soal coklat, here we goes

 

asap masih mengepul di gelas putih itu, aroma khas coklat menemani doni siang itu di sebuah kedai kecil. hiruk pikuk orang lalu lalang, bunyi bunyi roda koper tak henti-henti nya terdengar di kuping doni. panggilan, informasi kedatangan, dan keberangkatan terus terdengar, belum lagi bunyi bising mesin besar, membuat suasana semakin riuh.

doni memandangi, sekeliling nya. ada yang tersenyum, ada yang memandang dengan tatapan kosong melihat punggung yang semakin menjauh, ada juga yang duduk, melihat pintu kedatangan terus menerus dengan muka penuh harap akan seseorang yang di tunggu nya. mata doni berhenti di salah satu sudut,melihat 2 orang yang berpelukan erat, seperti menahan sesuatu yang berharga. gadis itu terlihat berusaha tegar tersenyum, genggaman tangan nya terlihat semakin erat. lelaki itu seperti membisikan kata-kata, dan mencium keningnya. air mata kembali membasahi pipi gadis itu.

pikiran doni melayang ke hari itu, hari dimana dia terkahir kali dia memeluk, menatap mata yang tak akan pernah ia lupakan.

“kamu percaya doa?” tanya mita\

“tentu aku percaya, aku berdoa dengan cara ku setiap hari” sambil mengusap air mata mita “memang nya ada apa?”

“aku takut, tuhan tidak mendengar doa ku. kau tau sendiri, berbeda, kau di katedral, aku di masjid” jawab nya lirih

“kau hanya meminta dengan cara mu, di mata tuhan semua sama sayang”

“baiklah, mungkin tiap malam, aku akan sering menyebut namamu di antara doa-doa kecil ku”

“aku pun begitu, bahkan namamu tak hanya di gereja saja aku ucapkan, namun di setiap doa doa ku”

air mata gadis itu kembali jatuh, sesuatu yang besar menyesaki dadanya.

“sudah, apalagi yang kau tangisi. kita hanya berurusan dengan angka apa ada masalah dengan itu?” tanya doni

“tentu! kau ini bodoh apa dungu? tidak kah kau takut dengan rindu? rindu yang semakin menumpuk, menyesakan dada.” ketus mita di tengah isak tangis nya

” aku tidak takut dengan rindu. buat apa takut akan rindu jika kita percaya? lampiaskan rindu mu dengan tuhan”

“tapi aku lebih ingin melampias kan dalam dekapan mu seperti ini, selamanya”

“ya sudah, peluk lah aku sekarang sepuas mu” jawab doni lirih

mereka berdua tenggelam dalam pelukan, semakin tak ingin melepaskan satu yang lain. segala kenangan muncul bak film bioskop di kepala mereka berdua. doni melihat jam di tangannya, waktu sudah tak bershabat lagi bagi mereka berdua.

“hei suddah waktu nya” kata doni lirih sambil mencium kening mita “aku tetap setia di depan kotak surat rumah ku”

“iya, aku juga don” jawab mita sambil terisak

air matanya kembali deras, selaras dengan langit pertiwi. seperti ada ikatan pada hari itu bersama alam.

wanita berjalan meninggalkannya, hanya punggung yang di lihat pria itu semakin menjauh dan menjauh. dan menghilang di balik kerumunan orang-orang yang. jaket yang ia kenakan, ia berikan kepada gadis tercintanya.

‘dulu aku yang memberikan punggung ku untuk kau lihat, dan menghilang di balik keramaian, mita’ gumam doni. sambil menyeruput coklat hangat yang mulai dingin, air mata doni tak tertahankan, seperti halnya sesuatu yang menyesak di dadanya, rindu ‘sudah 5 bulan aku tak menerima surat mu, apa kabar mu di melbourne? di bali, segalanya seperti hitam putih tanpa mu’

sambil menghabiskan minuman coklat nya ‘aku merindukan segelas coklat hangat di rumah bersama mu, bukan coklat yang aku minum ssambil memandangi satu persatu orang yang berpisah’ gumam doni dan pergi meninggalkan kedai coklat tersebut.


-aku sudah meminta malaikat kepada tuhan, semoga mereka selalu di sisi mu- 

Tagged

Leave a comment